Di Tahun ’28, bangsa kita yang belum punya Negara dan berbicara dengan ratusan bahasa daerah,
sepakat jadikan bahasa Indonesia sebagai lingua franca. Dahsyat (@haidarbagir)
Kutipan tersebut sengaja diambil, sehingga membuat hati saya begitu bergetar, betapa pemuda tahun 1928 mampu menerjemahkan semangat keindonesiaan begitu kuat. Pertanyaanya, apakah kita sebagai generasi penerus sudah mewarisi atau bahkan mewariskan keindonesiaan kita kepada anak-anak.
Bagi yang sudah itu sangat membanggakan dan perlu dilestarikan. Dan bagi yang belum pun tidak perlu berkecil hati. Tepat hari ini, tanggal 28 Oktober 2014, saya sebagai guru mengajak teman-teman yang lain dalam sekolah, untuk memakai baju daerah, dan berbicara dengan bahasa daerah masing-masing selama 1 jam saja, begitu juga siswa/i.
Dan ternyata begitu dahsyat, guru-guru menggunakan aneka macam kostum daerah, ada yang Jawa, Bali, Sunda, Minang, Manado dan masih banyak lagi, begitu pula anak-anak dengan segala pernak-perniknya.
Yang menghebohkan, karena kita tinggal di Jakarta, tentu dengan segala macam suku tumpah ruah di sini, mereka berbahasa yang berbeda-beda. Dan akhirnya, kelas menjadi kacau, mereka saling tidak mengerti satu sama lain selama 1 jam dengan apa yang mereka katakan.
Akhirnya setelah usai, kita berbicara kembali dengan bahasa Indonesia yang tercinta, dan suasana pun bisa terkendali kembali. Di akhir sesi, kami dan guru-guru menjelaskan, betapa kita memiliki kekayaan yang beragam baik berupa suku, bahasa agama, dan yang bisa menyatukan kita adalah Indonesia. Itulah kenapa tahun 1928 para pemuda berkumpul dan memilih Indonesia sebagai pemersatu bangsa.
Berbeda itu sudah pasti, persatuan Indonesia adalah keniscayaan, mari jaga persatuan Indonesia.
2014-2024 © oDars.